Skip to main content

Membaca Kembali Perjalanan AD Pirous (1964 - 2003)

A.D. Pirous lahir di Meulaboh, Aceh 11 Maret 1932. Tahun 1964, A.D. Pirous berhasil menyelesaikan studinya di Departemen Seni Rupa, Institut Teknologi Bandung. Di tahun itu pula ia diangkat resmi sebagai tenaga pengajar tetap ITB, khususnya memberikan materi kuliah seni lukis, tipografi, dan kaligrafi. Delapan tahun kemudian A.D. Pirous menjadi salah seorang pendiri, ketua, dan dosen senior program studi Desain Komunikasi Visual. Tahun 1984, A.D. Pirous menjabat sebagai dekan Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB.

Walhasil, tiga puluh tahun sejak ia menjadi dosen tetap ITB, A.D. Pirous mencapai posisi tertinggi di dalam dunia akademik. Tanggal 11 Maret 2002, A.D. Pirous genap berusia 70 tahun, usia yang harus dinikmati sebagai masa pensiun, setelah nyaris selama 40 tahun mengabdikan dirinya di dunia akademik.

Tanggal 11 Maret 2003, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi Bandung, akan menyelenggarakan semacam acara pelepasan masa purna bakti A.D. Pirous dengan perhelatan pameran dan diskusi. Berkenaan dengan itu, telah disusun sebentuk narasi sebagai bingkai tema untuk mendasari acara tersebut, yakni Membaca Kembali Perjalanan A.D. Pirous (1964-2003)

A.D. Pirous sebagai pengabdi dunia pendidikan akademik di dalam kampus ITB biasa saja mengalami masa akhir, namun sesungguhnya tiada istilah selesai baginya sebagai pendidik di luar dunia akademik. Di samping itu, A.D. Pirous adalah seorang muslim, seniman, budayawan, penggerak organisasi seni rupa, dan duta bangsa dalam pergaulan internasional.
Karenanya, dalam konteks Membaca Kembali Perjalanan A.D. Pirous (1964-2003), posisi pembacaannya tidak akan terluput dari lingkaran besar kehidupan A.D. Pirous yang turut memberikan sumbangsih makna penting bagi ITB.

Dasar-dasar proses pembacaan tersebut berangkat dari berbagai unsur yang turut membangun A.D. Pirous sebagai pribadi manusia muslim, seniman, dan akademisi di dalam sekian komunitas. Sebagai muslim kelahiran Aceh di dalam koridor kesenimanan, A.D. Pirous telah melahirkan temuan-temuan, yang secara akademik dapat diketengahkan sebagai suatu bangunan pemikiran bagi seni rupa modern Indonesia yang bernafaskan Islam. Seni Lukis kaligrafi Arab (Islam) yang berhasil dicetuskan dan dikembangkan telah menjadi salah satu genre seni rupa modern di Indonesia. Demikian pula dengan kerangka dasar pendidikan desain komunikasi visual yang dicetuskan dan dikembangkannya, kini telah mekar menjadi bidang disiplin penekunan keahlian dan keprofesian yang memiliki dan dimiliki masyarakat luas di Indonesia.

Sebagai seorang budayawan A.D. Pirous tidak hanya berkutat di dalam proses pengembangan dunia seni rupa, namun melebar hingga menyentuh bagian-bagian yang mendasar menyangkut suatu rancang strategi kebudayaan. Hal ini diterapkannya dalam mengkonstruksikan sekaligus mengorganisasikan langkah-langkah promosi penghadiran dan pemahaman tentang kebudayaan Indonesia di forum-forum regional dan internasional. Karenanya, ia kerap ditugasi sebagai pimpinan delegasi dan duta bangsa, baik dalam kapasitas sebagai seniman, pengamat, budayawan, maupun kurator perhelatan seni rupa, seperti pada festival Istiqlal I dan II, Pameran seni rupa Asia, gerakan Negara-negara Non-Blok, dan Venice Biennal.

Berangkat dari berbagai halaman kitab perjalanan A.D. Pirous tersebut, secara tidak berlebihan materi pameran dan diskusi dalam kerangka pelepasan purnabaktinya ini, disajikan berupa jejak-jejak karya, dokumentasi, dan perbincangan di seputar isi halaman tersebut. Maka tersusunlah materi pameran, sebagai berikut:

Karya-karya Seni Lukis Kaligrafi Arab (Islam)
Materi pilihan karya-karya seni lukis kaligrafi Arab (Islam) merepresentasikan perjalanan penemuan dan pengembangan sejak tahun 1972 hingga 2003.

Karya-karya Seni Lukis Non-Kaligrafi
Materi pilihan karya-karya seni lukis non-kaligrafi dari tahun 1954 hingga 2003. Beberapa karya seni lukis non-kaligrafi A.D. Pirous sesungguhnya merupakan manifestasi bahasa rupa yang dibangun dari hasil pembacaan terhadap situasi dan kondisi keseharian, peristiwa social, politik, budaya, dan petikan-petikan hikayat serta ayat suci Al-Quran.

Karya-karya Tema Aceh
Materi tema Aceh nyaris seluruhnya menjadi bahan pameran

Karya-karya Seni Grafis
Materi pilihan dokumentasi foto kegiatan pribadi dan akademik, disertai dokumen-dokumen lain berbentuk album, portofolio, buku, dan katalog.

Pameran ini disajikan secara terbuka untuk masyarakat lingkungan di dalam dan luar kampus ITB, dengan harapan dapat membangkitkan sikap dan minat apresiasi serta keteladanan.

Soenarjo
Maman Noor

Comments

Popular posts from this blog

Tradisi Dan Perubahan:

Tradisi Dan Perubahan: Ekspresi Kendiri Dalam Aliran Modernisme Malaysia. Oleh Mohamed Ali Abdul Rahman (Pensyarah Kanan Jabatan Liberal) M.A. (Arts History and PRints) M.A. Edu. USA. B. A (Hons) USM. Cert Ed. (KPM) I. Pengenalan Seniman Malaysia, generasi abad kedua puluh satu yang mengikuti aliran modernisme dan pasca modernisme akan menilai semula nilai peribuminya dalam konteks baru dan dengan pandangan lebih segar. Penilaian mereka mungkin tidak lagi bersandar kepada nilai-nilai yang pernah digunakan dalam masyarakatperibumi zaman tradisi dan mereka menganggap nilai-nilai tersebut sebagai ketingalna zaman ketika itu. Sebab-sebab utama nilai tersebut dilupakan kerana ia mungkin digunakan atau diamalkan lagi. Mereka lebih suka memberikan nafas baru kepada seni peribumi yang didapati dari sumber peninggalan warisan zaman dan petikan kesasteraan tradisi. Seniman dari masyarakat peribumi mungkin tidak keterlaluan sepert seniman barat yang melupakan terus institusi-institusi keagamaan

Lahir Nafas akibat dendam pada besi

Oleh Azran Jaffar BAGI pengarca, Raja Shahriman Raja Aziddin, setahun tidak menempa besi menimbulkan rasa dendam seninya. Dendam itu bukan semata-mata kerana nilai kesenimannya bagaikan sudah hilang tetapi kerana rasa bersalah melahirkan arca berbentuk figura. Daripada dendam yang membara itu lahirlah Nafas, siri arca logam yang dilahirkan daripada satu daripada empat elemen yang dikaitkan dengan kejadian manusia iaitu tanah, api, air dan angin. Nafas adalah karya terbaru Raja Shahriman, 37 yang kini sedang dipamerkan di Balai Seni Lukis Negara. Ia adalah siri reka bentuk yang dihasilkan selama dua tahun selepas beberapa tahun mendiamkan diri sejak menghasilkan karya Gerak Tempur, Api Bayangan dan Kemenyan serta Semangat Besi. Jika selama ini arca-arcanya lebih memihak kepada figura, namun konflik yang menggolodak di dalam batinnya menyebabkan Raja Shahriman yang berasal dari Kuala Kangsar Perak cuba mengosongkan mindanya dengan bayangan itu. Hasilnya ialah Nafas yang berupa ja

Lukisan Bayu papar soal kemasyarakatan

DALAM angkatan pelukis muda, nama Bayu Utomo Radjikin bukanlah asing lagi. Baik dalam seni arca, figura, realisme dan abstrak, Bayu mempunyai kelebihan yang tersendiri. Selepas arca karyanya yang berjudul ‘Bujang Berani’ memenangi hadiah dalam pertandingan Bakat Muda Sezaman anjuran Balai Seni Lukis Negara (BLSN) pada 1991, Bayu tidak menoleh ke belakang lagi. Bidang yang pada asalnya hanya sekadar hobi berubah menjadi kerjaya. “Sejak kecil hobi saya melukis. Saya memang tidak pernah terfikir ia akan menjadi kerjaya saya suatu hari nanti. Apa yang saya tahu ketika itu segala emosi saya luahkan menerusi lukisan ,” kata pelukis berasal dari Tawau, Sabah ini. Ekoran minat yang tinggi dalam bidang lukisan , selepas memperoleh keputusan Sijil Pelajaran Malaysia (SPM) dia memasuki Institut Teknologi Mara (ITM) (sekarang UiTM) bagi menyambung pengajian dalam bidang seni halus. “Apabila ia menjadi kerjaya, kepuasannya berlainan. Bidang yang saya minati sejak kecil hingga sanggup melupakan