Skip to main content

Posts

Lukisan Bayu papar soal kemasyarakatan

DALAM angkatan pelukis muda, nama Bayu Utomo Radjikin bukanlah asing lagi. Baik dalam seni arca, figura, realisme dan abstrak, Bayu mempunyai kelebihan yang tersendiri. Selepas arca karyanya yang berjudul ‘Bujang Berani’ memenangi hadiah dalam pertandingan Bakat Muda Sezaman anjuran Balai Seni Lukis Negara (BLSN) pada 1991, Bayu tidak menoleh ke belakang lagi. Bidang yang pada asalnya hanya sekadar hobi berubah menjadi kerjaya. “Sejak kecil hobi saya melukis. Saya memang tidak pernah terfikir ia akan menjadi kerjaya saya suatu hari nanti. Apa yang saya tahu ketika itu segala emosi saya luahkan menerusi lukisan ,” kata pelukis berasal dari Tawau, Sabah ini. Ekoran minat yang tinggi dalam bidang lukisan , selepas memperoleh keputusan Sijil Pelajaran Malaysia (SPM) dia memasuki Institut Teknologi Mara (ITM) (sekarang UiTM) bagi menyambung pengajian dalam bidang seni halus. “Apabila ia menjadi kerjaya, kepuasannya berlainan. Bidang yang saya minati sejak kecil hingga sanggup melupakan

Kekaburan Richter di Indonesia

Gerhard Richter terkesan menempuh tahap perkembangan yang bolak-balik. Dan dalam karya-karyanya, seni lukis dan fotografi seakan saling menyamar. Setelah serombongan perupa kontemporer Jerman muncul dalam pameran bertajuk Quobo, Seni Rupa di Berlin 1989-1999 di Museum Nasional, Jakarta, Oktober tahun silam (lihat juga TEMPO, 21 Oktober 2001), kini karya-karya Gerhard Richter menjadi santapan publik seni rupa di Indonesia. Karya-karya seni rupa Richter muncul dalam pameran bertajuk Survey , bagian dari sebuah program pameran keliling perupa-perupa mutakhir Jerman ke sejumlah negara, yang diprakarsai oleh IFA (Institut fur Auslandsbeziehungen). Di Indonesia, pameran berlangsung di Galeri "i see", Jakarta, awal Februari silam, yang kemudian dilanjutkan di Galeri Soemardja, Bandung (18 Februari-9 Maret 2002). Gerhard Richter (kelahiran Dresden, 1932) merupakan bagian dari generasi perupa Jerman yang muncul pada dasawarsa 1960 setelah bermacam-macam krisis politik yang terjadi

Tanya-Jawab Loka Karya Seni Lukis

Tanya: (terjemahan) Kami ingin menampilkan penganiayaan, bolehkah kami menampilkan citra pengikut Dafa saat mengalami penyiksaan? Shifu: Boleh ditampilkan. Keadaan penganiayaan terhadap pengikut Dafa boleh ditampilkan, pemandangan pengikut Dafa saat belajar Fa, berlatih Gong, keadaan Dewa dan diatas langit setelah penyebaran Dafa skala besar, semuanya boleh ditampilkan. Tanya: Kami berkreasi tentang proses pengikut Dafa mengklarifikasi fakta dan menyebarkan Fa, juga misalnya kegiatan pawai, dan lain-lain, bolehkah? Shifu: Ini semua boleh ditampilkan, kunci utamanya adalah kalian di dalam merancang dan berkarya haruslah dapat menciptakan taraf prestasi. Tanya: Shifu, gaya xieyi1 Tiongkok, seperti pada sebagian pelukis Tiongkok yang tersohor, kebanyakan dengan gaya xieyi, melukis gunung dan air, apakah kami juga boleh melukisnya? Shifu: Xieyi tidak menjadi masalah. Lukisan Tiongkok, lukisan gunung dan air, juga boleh, karena adalah karya pengikut Dafa, boleh diperl

Membaca Kembali Perjalanan AD Pirous (1964 - 2003)

A.D. Pirous lahir di Meulaboh, Aceh 11 Maret 1932. Tahun 1964, A.D. Pirous berhasil menyelesaikan studinya di Departemen Seni Rupa, Institut Teknologi Bandung. Di tahun itu pula ia diangkat resmi sebagai tenaga pengajar tetap ITB, khususnya memberikan materi kuliah seni lukis, tipografi, dan kaligrafi. Delapan tahun kemudian A.D. Pirous menjadi salah seorang pendiri, ketua, dan dosen senior program studi Desain Komunikasi Visual. Tahun 1984, A.D. Pirous menjabat sebagai dekan Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB. Walhasil, tiga puluh tahun sejak ia menjadi dosen tetap ITB, A.D. Pirous mencapai posisi tertinggi di dalam dunia akademik. Tanggal 11 Maret 2002, A.D. Pirous genap berusia 70 tahun, usia yang harus dinikmati sebagai masa pensiun, setelah nyaris selama 40 tahun mengabdikan dirinya di dunia akademik. Tanggal 11 Maret 2003, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi Bandung, akan menyelenggarakan semacam acara pelepasan masa purna bakti A.D. Pirous dengan perhelatan p

Fauzul ketengah Pop Primitif

Oleh Azran Jaffar BATU Bersurat yang dianggap bernilai Pop Primitif. JIKA masyarakat primitif menjadikan dinding gua sebagai wadah komunikasi serta perakam apa yang dilihat, Fauzul Yusri mengetengahkan konsep sama di kanvas sebagaimana katanya: “Kanvas itu adalah perjalanan saya yang mana warna membentuk suasana dan garisan pula memberikan ceritanya.” Beliau menjadikan contengan pelbagai elemen seni prasejarah dan neolitik pada kanvas yang kaya warna untuk membentuk jaringan rakaman semasa yang menghidupkan semula imejan berkenaan dalam bentuk karya abstrak ekspresionisme moden. EMPAT lukisan yang membentuk satu siri serta sekeping berasaskan kepingan papan. Dinamakan siri Pop Primitif dan kini sedang dipamerkan di Galeriiizu di Bukit Kenny, Fauzul mengetengahkan satu elemen budaya yang menjadi kajian pakar arkeologi kepada satu pemikiran semasa yang cuba dibentuknya sebagai identiti sendiri. Unsur alam menguasai pemikiran Fauzul dalam penghasilan karyanya, kerana sebagai anak m